SAHABAT SEJATI

Selasa, 05 Mei 2020

Resah & Gelisa



    RESAH & GELISA


Resah dan gelisah hatiku tak begitu tenang, rasa penyesalan yg sllu mengganggu setiap hariku dalam tidurku dan      saatku terbangun, keresahan yg sebenarnya dirikulah penyebabnya. Jika harus mengikuti hati, inginku rasanya berkata padamu "Aku Menyesal". Namun, disisi lain logikaku menolak dengan keras untuk tidak mengizinkan bibirku mengungkapkan penyesalan, meski sebenarnya bibirku tak sanggup untuk berpura" mengaku tak menyesal. Aku sadar dan akupun tau aku salah, aku juga tau ada janji yg telah ku ingkar. Namun, sejenak ku berfikir sepertinya kamulah penyebab dari ingkarnya janjiku. Aku selalu berusaha untuk membuat kita baik" saja meski sesekali aku juga mengacaukan segalanya, tapi terlepas dari itu aku tetap berusaha memperbaikinya dengan cara yg mungkin dari pandangan orang lain terlihat begitu konyol,semua itu ku lakukan karna kumerasa diriku sudah menyatu dengan cinta yg kau beri dan inginku membuktikan pada cinta bahwa cintaku menghargai setiap cinta yg hadir dalam kehidupanku. Tetapi, setelah ku berjuang dengan lamanya aku mendapatkanmu tidak seberjuang seperti apa yg ku lakukan, cintamu selalu saja membuatku seakan mengemis tanpa henti, cintamu tak pernah menghargai bahkan untuk membuktikannya kaupun belum bisa, tapi aku tetap mempertahankanmu, mencintaimu, bahkan masih membangun mimpi" yg indah hari kedepan bersamamu. Tapi, Setelah ku lalui semua kini akupun tersadar, akupun tak bisa menahan setiap tetesan air mata yg mengalir begiti deras dipipiku, rasa kecewa, kesia"an akhirnya memenuhi benakku, dan saat itu aku mulai belajar menerima, meski seringkali aku berkata "Andai Kita Kembali" tapi aku slalu menguatkan dan meyakinkan diriku jikalau Tuhan berkenan dengan kita Tuhan akan bertindak dengan caranya, ia akan membuat skenario baru tentang kita yang sebelumnya pernah rusak oleh karena cinta yg tak saling menghargai.



Lamalouk, 03 Januari 2020
Abe Lamaloucz Lewobelolon

Sabtu, 26 April 2014

MENEMUKAN ARTI HIDUP


                                              ................MENEMUKAN ARTI HIDUP.........


Ada seorang guru besar dari sebuah universitas terpandang belum puas dengan hidupnya. Ia masih mencari arti hidup itu sesungguhnya bagi dirinya. Memang, dia sudah menguasai bidang ilmunya dengan sangat baik. Harta, dia punya. Istri dan anak-anak dia sudah punya. Persoalan baginya adalah arti hidup itu.

Karena itu, suatu hari guru besar itu memutuskan untuk melakukan suatu perjalanan jauh. Ia ingin menemukan arti hidup itu. Ia meninggalkan istri dan anak-anaknya dengan menulis pesan singkat di atas secarik kertas, “Jangan cari saya.”

Setelah beberapa tahun dan ribuan kilometer berjalan, guru besar itu tiba di sebuah gubuk seorang pertapa yang terkenal kudus. Guru besar itu meminta kepada sang pertapa agar memberikan keterangan. Orang kudus itu mengundang sang guru besar itu masuk ke dalam tempat tinggalnya yang sederhana. Ia menyuguhkan secangkir teh kepadanya.

Pertapa itu mengisi cangkir tehnya sampai penuh, malah sampai tumpah di lantai. Guru besar itu memperhatikan terus ulah sang pertama sampai akhirnya dia tidak bisa menahan diri. Lalu guru besar itu berteriak, “Berhenti! Itu sudah penuh! Tidak ada lagi teh yang dapat masuk.”

Pertapa itu tidak peduli. Ia mengisi terus cangkir teh itu. Lantai penuh dengan air. Guru besar itu tidak sabar menyaksikan ulah sang pertapa itu.

Guru besar itu menatap wajah pertapa itu dan berkata, “Berhenti, pak pertapa. Lantai ini sudah terlalu penuh dengan air. Tidak usah buang-buang teh.

Sang pertapa itu lantas memandang wajah guru besar yang tampak panik itu. Dengan penuh kesabaran, ia tersenyum kepada guru besar itu. Lalu ia berkata, “Seperti cangkir ini, demikian juga dirimu. Engkau sudah penuh dengan pendapatmu sendiri dan gagasan-gagasanmu. Bagaimana saya dapat mengajarkan kepada Anda tentang arti hidup, kalau engkau tidak mengosongkan cangkir dirimu?”

Guru besar itu terperanjat mendengar kata-kata bijak sang pertapa itu. Ia sadar, situasi itulah yang melingkupi dirinya selama ini. Ia terlalu memaksakan kehendak kepada orang lain. Ia selalu merasa menang sendiri, karena ia seorang guru besar yang sangat ahli. Ia kurang mendengarkan pandangan orang lain.

Kita sering bersikap seperti guru besar itu. Kita menutup telinga kita rapat-rapat untuk setiap bentuk nasihat atau pandangan dari orang lain tentang diri kita. Bagi kita, pendapat kita yang paling benar. Pandangan orang lain tentang diri kita tidak bermanfaat apa-apa.

Karena itu, sebagai orang yang beriman kepada Tuhan, kita perlu mengubah persepsi tentang kehidupan kita. Kita perlu mengosongkan cangkir-cangkir diri kita. Lantas kita biarkan gagasan-gagasan yang baik masuk ke dalam diri kita.

Setiap hari kita mengalami begitu banyak hal baik. Ada begitu banyak orang yang mau ikut terlibat dalam pergulatan hidup kita. Mereka memberikan nasihat, pengarahan dan gagasan-gagasan yang baik bagi pertumbuhan kepribadian kita. Kita mensyukuri semua itu. Tuhan bekerja melalui orang-orang di sekitar kita. Tuhan membantu pertumbuhan hidup kita melalui orang-orang di sekitar kita. Tuhan memberkati. **

Sabtu, 22 Oktober 2011

Aku benci sebuah pertemuan, karena aku tahu akhirnya adalah perpisahan

Bagaimana mendeskripsikan kata perpisahan? Saya rasa semua orang juga bisa. Mendeskripsikan kata perpisahan adalah sebuah hal yang mudah. Begitu mudahnya. Mereka mendeskripsikan lebih menjurus pada sesuatu rasa luka, pedih, kehilangan, dan air mata. Eh, air mata? Rasanya belum tentu kalau ada air mata.

Adakah perpisahan yang bernada kegembiraan? Saya tak pernah yakin untuk hal itu. Setiap kali saya menuju bandara, melihat kerabat salah seorang penumpang menangis ketika sang penumpang hendak pergi.

Ketika ada perpisahan, lantas bagaimana? Akankah kita terus berkeluh kesah?

Maka, ketika ada pertanyaan. Mengapa ada pertemuan dan ada perpisahan? Karena itulah hukum alam. Semua orang tidak bisa melawannya. Mengapa ada kata perpisahan? Karena kata hanyalah sebuah simbolik dari sebuah makna. Hanya saja, ketika bagaimana kita merasakan, semua sudah terangkum dari sebuah kata: perpisahan.

Seperti halnya ada kelahiran, tentu ada kematian. Tak ada awal yang tanpa akhir. Tak ada cinta tanpa benci. Semua itu adalah sebuah proses yang diciptakan oleh alam dengan sendirinya. Tak ada yang dapat melawan semua proses-proses itu dan semua orang akan menjalaninya. Bukan semua orang, semua makhluk yang tanpa sengaja terlahir di dunia ini.

Ketika jarak begitu sangat jauh, ketika kita merasa kehilangan, maka ketika itulah kita tahu sebuah makna dari kata perpisahan. Sayapun sampai sekarang masih bertanya mengapa kata itu ada. Ketika perpisahan hanyalah membuat orang menjadi dirundung duka nestapa, terasa tanpa akhir. Dan semua orang juga akan menjalaninya, cepat atau lambat, tua atau muda, awal atau akhir. Bagaimana caranya, Tuhan memang punya rahasia besar, termasuk dengan perpisahan ini.

(Aku benci sebuah pertemuan, karena aku tahu akhirnya adalah perpisahan...)

Pekan Baru, 21 Oktober 2011
'' simplycius paji abe''